Ketua Umum Korp PMII Putri (KOPRI) Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia Irma Muthoharoh mewakili perempuan muda Indonesia pada
acara APEC Women and The Economy Forum (WEF) yang dilaksanakan di Hotel
Mulia, Nusa Dua, Bali, 6-8 September 2013.
Pada acara yang dihadiri 21 negara dan 300 pimpinan organisasi se-Asia Pasifik tersebut, Irma Muthoharoh menjadi salah seorang narasumber. Selain dia, Anidya Bakrie (Presiden Direktur PT Bakri Telkom), Nanako Ishido (ICT Oriented Child NPO) Jepang, Du Jie (Direktur Internasional Women studies, China Women's studies Institut), Kathleen Matthews (Executive Vice President and Chief Global Communications and public, Marriot International)
Di forum itu, Irma menjelaskan, terbukanya globalisasi ekonomi menyebabkan semakin mudah diperoleh barang impor yang dibutuhkan masyarakat dan belum bisa diproduksi di Indonesia. Alih teknologi juga bisa terbuka sangat lebar, “Namun kondisi ini juga bisa berdampak buruk bagi masyarakat karena kita cenderung hanya dijadikan objek pasar,” katanya melalui pers rilis yang dikirim ke NU Online, Sabtu, (7/9).
Di Indonesia, data menunjukkan bahwa sebanyak 60 persen pelaku UKM adalah perempuan. UKM memiliki daya tahan yang kuat terhadap gejolak perekonomian. Atas dasar itulah peran dan kontribusi perempuan dalam pembangunan harus serius dengan memberikan akses yang lebih luas bagi perempuan. Hal ini perlu menjadi perhatian negara-negara di Asia Pasifik.
“Perlu perjuangan dan peranan bersama untuk membangun ketahanan ekonomi, khususnya ekonomi keluarga di tengah-tengah gejolak krisis negara maju, yang sedikit banyaknya akan berimbas pada tatanan kehidupan sehari-hari perempuan,” ujarnya.
Jika ekonomi perempuan kuat, akses pendidikan tinggi dan pekerjaan dengan posisi yang bagus akan mudah didapat perempuan.
Selain itu, ekonomi juga berdampak pada rentannya kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga ataupun dalam dunia kerja.
“Sebagai Generasi muda kita harus siap dan tanggap gejolak ekonomi yang terjadi. Untuk itu negara harus cerdas mengambil kebijakan ekonomi sehingga tidak merugikan perempuan,” tambahnya. (Abdullah Alawi)
Pada acara yang dihadiri 21 negara dan 300 pimpinan organisasi se-Asia Pasifik tersebut, Irma Muthoharoh menjadi salah seorang narasumber. Selain dia, Anidya Bakrie (Presiden Direktur PT Bakri Telkom), Nanako Ishido (ICT Oriented Child NPO) Jepang, Du Jie (Direktur Internasional Women studies, China Women's studies Institut), Kathleen Matthews (Executive Vice President and Chief Global Communications and public, Marriot International)
Di forum itu, Irma menjelaskan, terbukanya globalisasi ekonomi menyebabkan semakin mudah diperoleh barang impor yang dibutuhkan masyarakat dan belum bisa diproduksi di Indonesia. Alih teknologi juga bisa terbuka sangat lebar, “Namun kondisi ini juga bisa berdampak buruk bagi masyarakat karena kita cenderung hanya dijadikan objek pasar,” katanya melalui pers rilis yang dikirim ke NU Online, Sabtu, (7/9).
Di Indonesia, data menunjukkan bahwa sebanyak 60 persen pelaku UKM adalah perempuan. UKM memiliki daya tahan yang kuat terhadap gejolak perekonomian. Atas dasar itulah peran dan kontribusi perempuan dalam pembangunan harus serius dengan memberikan akses yang lebih luas bagi perempuan. Hal ini perlu menjadi perhatian negara-negara di Asia Pasifik.
“Perlu perjuangan dan peranan bersama untuk membangun ketahanan ekonomi, khususnya ekonomi keluarga di tengah-tengah gejolak krisis negara maju, yang sedikit banyaknya akan berimbas pada tatanan kehidupan sehari-hari perempuan,” ujarnya.
Jika ekonomi perempuan kuat, akses pendidikan tinggi dan pekerjaan dengan posisi yang bagus akan mudah didapat perempuan.
Selain itu, ekonomi juga berdampak pada rentannya kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga ataupun dalam dunia kerja.
“Sebagai Generasi muda kita harus siap dan tanggap gejolak ekonomi yang terjadi. Untuk itu negara harus cerdas mengambil kebijakan ekonomi sehingga tidak merugikan perempuan,” tambahnya. (Abdullah Alawi)
0 komentar:
Posting Komentar